KATASUKABUMI.COM – Polres Sukabumi menetapkan enam orang menjadi tersangka pada kasus penambangan emas tanpa izin (PETI) di area Perhutani Blok Cibuluh, Desa dan Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Menurut Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede para tersangka itu diamankan pada Kamis (1/6/2023).
Kemudian Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede, menerangkan, pada awalnya pihaknya mengamankan 11 orang dalam perkara PETI tersebut.
Menurutnya, dari jumlah itu, kemudia penyidik setelah melakukan Gelar Perkara, menetapkan enam menjadi tersangka. Mereka adalah S alias D (35) selaku pemodal, kemudian tersangka E (22), H (32), TS (38), M (22), dan D (23) sebagai penambang.
” Satreskrim Polres Sukabumi menetapkan enam dari 11 orang yang diamankan layak untuk ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan,” kata Maruly dalam rilisnya didampingi oleh Kasat Reskrim Polres Sukabumi di Mapolres Sukabumi, Sabtu (3/6/2023).
Mantan Kasubdit 3 Direskrimsus Polda Jabar itu kemudian menjelaskan, barang bukti yang diamankan dari mereka berupa lima unit sepeda motor dan peralatan menambang, seperti palu, pahat, 11 karung berisi kandungan emas, dan kerek alias alat menarik hasil galian tambang.
Masih kata Maruly, para pelaku, memiliki peran masing-masing dalam melakukan akitivitas tambang liar.
Alumni Akpol tahun 2002 mengatakan, Ada yang bertugas sebagai penggali untuk mencari kandungan emas, lalu ada yang bertugas memasukkan hasil galian ke dalam karung. Ada juga yang berperan untuk menarik karung berisi hasil galian tambang dengan kerekan atau rol manual.
“Jadi dari para penambang yang lima orang ini punya peran masing-masing, kemudian semuanya dimodali oleh S,” bebernya.
Adapun omzet yang didapat para tersangka, Maruly mengungkap sangat besar, antara Rp 200 hingga Rp 500 juta dalam seminggu.
Terhadap enam orang tersangka itu, Kapolres menegaskan, penyidik menerapkan pasal berlapis dengan ancaman pidana penjara 15 tahun.
“Untuk para tersangka diterapkan pasal 89 ayat 1 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, karena lokasi tersebut adalah kawasan hutan. Kedua adalah pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Untuk ancaman pidana paling lama yaitu selama 15 tahun penjara,” tegas Maruly mengakhiri penjelasannya.
Bagaimanapun ini harus menjadi perhatian seius bagi pemerintah, jika para pelaku di jerat dengan UUD dan tidak ada keringanan bagai mana dengan anak istri para pelaku, toh mereka juga butuh makan makanya memilih kerja seperti itu, akibat masa pandemi hampir 2 tahun lebih pekerjaan pun agak sulit, dan sekarang masa pemulihan, mereka orang-orang susah kebanyakan dikampung memilih kerja apa saja agar keluarga tersayang dapat menikmati makan layaknya orang umum.
kita harap pemerintah memberikan solusi atas kasus-kasus ini sehingga mereka tersenyum kembali dan memerikan lahan garapan kalo bisa untuk dijadikan tambang masyarakat.