SUKABUMI – Kota Sukabumi mengalami inflasi month to month (m-to-m) sebesar 0,84 persen pada Desember 2024. Inflasi tersebut dipicu oleh beberapa kelompok pengeluaran. Kemudian, adanya sebagian komoditas yang dominan turut andil dalam menyumbangkan terhadap inflasi. Diantaranya, telur ayam ras, beras, bawang merah, minyak goreng, kopi bubuk, dan cabai merah.
“Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), secara m-to-m, November 2024 inflasi Kota Sukabumi sebesar 0,84 persen. Angka ini secara umum tertinggi di Provinsi Jawa Barat,” ujar Kabid Perekonomian dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Sukabumi, Erni Agus Riyani, kepada awak media, pada Jumat (10/1/2025).
Sementara untuk inflasi year on year (y-on-y) Kota Sukabumi pada Desember 2024 ini, kata Erni, yakni sebesar 2,59 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 107,60. Menurutnya, inflasi y-on-y ini terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukan oleh naiknya hampir seluruh indeks kelompok pengeluaran.
“Jadi masih berdasarkan data dari BPS ya, kalau inflasi y-on-y pada Desember 2024 Kota Sukabumi itu sebesar 2,59 persen,” jelasnya.
Ia menyebutkan kelompok pengeluaran yang dimaksud diantaranya, kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 4,32 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,10 persen, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,35 persen, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,38 persen.
Kemudian, kelompok kesehatan sebesar 5,90 persen, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 3,68 persen, kelompok pendidikan sebesar 4,41 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 3,46 persen, dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 8,18 persen.
“Kalau untuk tingkat inflasi year to date (y-to-d) Kota Sukabumi pada Desember 2024 itu sebesar 2,59 persen,” ungkapnya.
Dalam pengendalian inflasi, sambung Erni, pihaknya bersama dinas dan lembaga lainya akan terus melakukan analisa terhadap sumber atau potensi tekanan, serta melakukan inventarisasi data dan informasi perkembangan harga barang dan jasa secara umum.
“Termasuk juga menganalisis stabilitas permasalahan perekonomian daerah yang dapat mengganggu stabilitas harga dan keterjangkauan barang dan jasa,” pungkasnya.