KATASUKABUMI.com – Kota Sukabumi mengalami deflasi month-to-month (m-to-m) sebesar 0,35 persen pada Februari 2025. Hal itu, ditunjukan oleh turunya beberapa indeks kelompok pengeluaran diantaranya, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 15,18 persen dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,46 persen.
“Berdasarkan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Sukabumi, pada Februari 2025 kita terjadi deflasi sebesar 0,35 persen,” ujar Kabid Perekonomian dan Sumber Daya Alam, pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Sukabumi, Erni Agus Riyani, pada Jumat (7/3/2025).
Selain itu, kata Erni, BPS juga menyebutkan pada Februari 2025 Kota Sukabumi alami inflasi year-on-year (y-on-y) sebesar 0,78 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,58. Dimana, inflasi tersebut terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran.
Diantaranya, kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 4,25 persen, kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,95 persen, kelompok kesehatan sebesar 4,11 persen, kelompok transportasi sebesar 0,77 persen.
Kemudian, kelompok pendidikan sebesar 4,46 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman atau restoran sebesar 4,58 persen, dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 9,71 persen.
“Inflasi y-on-y tertinggi terjadi di kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 9,71 persen dengan IHK sebesar 117,01. Dan inflasi y-on-y terendah terjadi di kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar -15,18 persen dengan IHK sebesar 85,66,” terang Erni.
Dalam pengendalian inflasi, sambung Erni, pihaknya bersama dinas dan lembaga lainya akan terus melakukan analisa terhadap sumber atau potensi tekanan, serta melakukan inventarisasi data dan informasi perkembangan harga barang dan jasa secara umum.
“Termasuk, menganalisis stabilitas permasalahan perekonomian daerah, yang dapat mengganggu stabilitas harga dan keterjangkauan barang dan jasa,” pungkasnya. (Boy)